Bacaan:Imamat 23:26-41
“Kemampuan melupakan itu penting supaya manusia bisa lepas dari belenggu masa lalu”, demikian kutipan salah satu judul artikel di theconversation.com. “Melupakan itu penting, melupakan itu wajar di dunia ini. Pikiran manusiawi kita telah mengembangkan mekanisme yang cukup efektif untuk menyeimbangkan antara mengingat dan melupakan. Dan manusia tidak melakukannya dengan sadar, karena manusia selalu lupa. Kita belajar bagaimana menjaga hal-hal yang benar-benar penting.” Demikian pembuka dari artikel tersebut. Melupakan dan mengingat, keduanya dibutuhkan. Patut menjadi catatan adalah bagaimana menjaga atau mengingat hal-hal yang benar penting?
Hari Raya Pondok Daun adalah salah satu hari raya umat Yahudi, 7 hari mereka harus tinggal di pondok yang mereka buat untuk mengingat masa dimana mereka berdiam di tenda-tenda di padang gurun, dimana mereka tinggal di pondok-pondok. Hinanya asal usul mereka, rendah serta merananya keadaan mereka sebelum Allah mengangkat mereka, haruslah mereka ingat dan peringati. Hanya oleh belas kasihan Allah, ketika mereka tinggal di perkemahan, Allah menggantungkan tiang awan dan tiang api di atas mereka. Tiang awan melindungi mereka dari panas matahari. Tiang api menerangi dan menghangatkan mereka dari gelap dan dinginnya malam. Dengan mengingat rahmat Allah di masa-masa sulit dan menceritakan kepada anak cucu, mereka harus terus mengingat: bagaimana penyertaan Allah dalam hidup mereka. Pondok Daun menjadi perayaan untuk mengingat masa sulit yang telah terlalui, sehingga mereka dapat mensyukuri masa-masa berkelimpahan ini, yang kesemuanya terjadi hanya oleh karena pertolongan dan tuntunan Allah.
Di masa Pra-Paska ini, baik jika kita mengambil makna “Pondok Daun” untuk mengambil waktu mengingat hal-hal penting tentang bagaimana Allah berkarya dalam hidup kita di masa-masa yang sulit dan menyertai kita di masa-masa berkelimpahan. Dengan demikian kita dapat terus menyadari akan keberadaan kita yang lemah, yang tanpa–Nya kita tidak mampu, dengan terus menginstropeksi diri. Semoga kita bukan bagian dari manusia yang merasa hebat dan angkuh atas hidup yang sejatinya bukan milik kita. Mari kita terus memohon ampun dan belajar rendah hati.
_(ACN)_