Salam.
Ibu, Bapak,
saudara, saudari yang dikasihi Tuhan,
Salah satu ciri khas dari Yesus adalah dalam pengajarannya Ia sering menggunakan perumpamaan-perumpamaan yang bertujuan agar para pendengar dengan berbagai latarbelakang baik anak-anak sampai orang tua dapat dengan mudah memahaminya dengan begitu tujuan yang ingin disampaikannya tercapai.
Saat ini kita akan merenungkan salah satu perumpamaan yang Yesus pakai untuk menanggapi ahli taurat dan orang farisi yang bersungut-sungut atau menggerutu karena Yesus menerima para pemungut cukai dan orang-orang berdosa, bahkan makan bersama-sama dengan mereka. Perlu untuk diingat bahwa baik pemungut cukai maupun orang berdosa ini bukan kali pertama mereka datang untuk mendengar ajaran Yesus. Pada ayat 1 disebutkan kata “ biasanya”, ini menunjukan bahwa mereka sering datang untuk belajar dengan Yesus. Namun bagi ahli taurat dan orang farisi, pemungut cukai dan orang berdosa tidak layak untuk bersama-sama Yesus, apalagi untuk makan bersama. Bagi ahli taurat dan orang farisi, pemungut cukai dan orang-orang berdosa tidak mungkin mendapatkan pertobatan dan kasih Allah. Sebagaimana kita tahu, bahwa baik ahli taurat maupun orang farisi selalu ingin mencari-cari kesalahan dari Yesus dan kali ini, mereka ingin melihat reaksi Yesus apakah marah atau tidak. Ternyata, Yesus tidak marah, Ia menjawab sungutan ahli taurat dan orang-orang farisi dengan menggunakan perumpamaan “ tentang seorang anak yang hilang”. Dalam perumpamaan ini dikisahkan tentang sebuah keluarga yang terdiri dari Ayah dan kedua anaknya si bungsu dan si sulung. Dimana si ibunya? dalam perumpamaan ini tidak disebutkan. Si bungsu yang meminta haknya untuk diberikan sesegera. Akhirnya sang ayah pun membagi hartanya itu kepada kedua anaknya, si bungsu dan si sulung. Setelah mendapatkan haknya kemudian si bungsu menjual semua haknya dan pergi meninggalkan sang ayah dan si sulung. Ia menghabiskan uang hasil penjualan hartanya itu dengan hidup berfoya-foya. Tibalah saat dimana musim kelaparan tiba dan ia menjadi kelaparan dan melarat. Untuk mendapatkan makanan ia harus bekerja sebagai tenaga upahan peternakan babi seorang majikan. Bahkan ia harus berusaha untuk mendapatkan ampas makanan yang biasanya diberikan kepada babi, itu pun tidak didapatinya. Dalam situasi yang sulit itulah ia menyadari kesalahannya dan ingin kembali dan mengakui kesalahannya dan bertobat kepada ayahnya. Ketika ia pulang sang ayah begitu bersukacita dan menyambutnya dengan penuh cinta kasih bahkan merayakan kepulangannya dengan menyembelih anak lembu tambun dan makan bersama. Berbeda dengan sang ayah, kepulangan si bungsu justru ditolak oleh si sulung (kakaknya) yang merasa bahwa adiknya telah melakukan kesalahan yang besar dengan menghabiskan banyak uang dan pergi meninggalkan ayahnya sehingga harusnya sang ayah tidak perlu untuk menerimanya lagi.
Dari perumpamaan ini, Yesus ingin supaya ahli taurat dan orang farisi merubah stigma mereka terhadap pemungut cukai dan orang berdosa, bahwa mereka pun berkesempatan untuk mendapatkan pengampunan dan cinta kasih dari Allah, terlebih lagi ketika mereka ingin belajar untuk berubah dan mau bertobat.
Allah itu maha pengasih dan Firman Tuhan bersabda dalam kitab Yesaya 1:18 “Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju, sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba”. Sebesar apapun kesalahan yang dilakukan manusia kepada Allah, Allah dengan penuh cinta kasihNya mau untuk mengampuninya. Seburuk apapun kehidupan seseorang, Allah sanggup untuk merubahnya menjadi orang baik. Cinta dan kasih Allah diwujudkan dengan memberikan Anaknya yang tunggal, satu-satunya yaitu Yesus Kristus yang mati di kayu salib supaya kita diampuni, dihapus segala dosa dan dipulihkan hidup kita.
Tuhan Yesus memBerkati. Amin.
_(BR)_