Bacaan : Roma 2:12-16

Kesombongan hati manusia seringkali menjatuhkan diri mereka sendiri. Kebanggaan yang berlebihan terhadap diri sendiri menjadikan manusia tak berjaga-jaga dalam hidupnya. Inilah yang diperingatkan Paulus kepada orang-orang Kristen Yahudi di Roma. Pada saat itu mereka kembali mempertontonkan keangkuhan rohani. Mereka merasa mereka adalah umat perjanjian yang memiliki tanda spesifik dari Tuhan, yaitu Taurat dan Sunat. Tanda-tanda ini adalah bukti keistimewaan mereka di hadapan Tuhan. Mereka memiliki tanda rohani yang kelihatan, sedangkan orang-orang non Yahudi tidak memiliki tanda untuk dijadikan bukti dari status rohani mereka di hadapan Tuhan. Jadi menurut mereka, orang-orang Kristen non Yahudi memang patut dihakimi, karena tidak memiliki sarana keselamatan. Lain halnya dengan mereka, mereka memiliki Taurat, dan itu cukup untuk membuat mereka “berbeda” atau “istimewa” dibandingkan orang-orang Kristen non Yahudi.

Dalam hal ini Paulus menjelaskan bahwa kepemilikan Taurat tidak membuat mereka lebih “beruntung” daripada orang Kristen non Yahudi. Karena seseorang dibenarkan karena ketaatannya bukan karena kepemilikannya. Paulus mengoreksi mereka bahwa kepemilikan Taurat, tidak semata menjadikan mereka istimewa terlepas dari taat atau tidak. Paulus mengoreksi “keangkuhan rohani” mereka atas kepemilikan Taurat, seolah-olah bangsa lain tidak memiliki sarana ketaatan terhadap Tuhan, yang menjadikan mereka lebih rendah status rohaninya dihadapan Tuhan. Paulus menyatakan bahwa anggapan tersebut salah.

Sebagaimana orang-orang Yahudi diberi sarana ketaatan secara tertulis (Taurat Musa), demikian pula orang-orang Kristen non Yahudi diberi sarana ketaatan secara tidak tertulis, yaitu kesadaran hati nurani (Yunani: syneidesis) mereka terhadap hukum-hukum moralnya Tuhan. Setiap orang nantinya akan mempertanggungjawabkan segala perbuatannya dihadapan Tuhan.

Dimasa Pra Paska ini, janganlah kiranya kita memiliki keangkuhan rohani, merasa diri istimewa karena paling berjasa, paling rajin, paling pintar, dan paling-paling lainnya di jemaat. Marilah kita belajar untuk mengendalikan diri, menjadi pribadi yang rendah hati seperti padi, semakin berisi semakin menunduk, dan terus melakukan hal yang baik. Demikianlah kita harus menghindari keangkuhan rohani, karena semua yang kita lakukan, nantinya akan kita pertanggungjawabkan kepada Tuhan.

_(ACN)_