
Daniel 10:2-19
Sebelum pandemi Covid-19, ketika mendengar “jaga jarak” maka yang terbersit dalam benak kita adalah tulisan di belakang kendaraan besar seperti truck, container dan tangki. Jaga jarak antar kendaraan sangat dibutuhkan, supaya kalau kendaraan direm mendadak tidak terjadi kecelakaan beruntun. Setelah pandemi Covid-19, istilah jaga jarak langsung dikaitkan dengan jaga jarak antar manusia. Satu sampai dua meter, jangan berkerumun, harus antri dan memakai masker. Jaga jarak terhadap persoalan, pergumulan, dukacita dan kehilangan juga merupakan hal yang sangat penting, supaya kita dapat memandang persoalan dan pergumulan hidup secara obyektif. Jika kita tidak menjaga jarak, kita akan terus menerus menghadapi persoalan, pergumulan, dukacita dan kehilangan itu secara emosional sehingga kita tidak bisa keluar, tidak bisa berpikir, dan tidak bisa menemukan sesuatu dari dalamnya.
Pada kisah Daniel diceritakan bahwa saat Daniel berkabung tiga minggu penuh, makanan yang sedap tidak dimakan, daging dan anggur tidak masuk ke dalam mulutnya dan tidak berurap sampai berlalu tiga minggu penuh. Di saat itulah, Daniel melihat seorang berpakaian lenan dan berikat pinggang emas dari ufas. Ketika melihat penglihatan yang besar itu hilanglah kekuatannya. Dia jatuh tersungkur, tak berdaya, dan pingsan. Diceritakan bahwa dia kehabisan napas. Di saat Daniel dalam keadaan lemah dan tidakberdaya, justru Daniel menemukan kekuatan Tuhan Allah yang ada pada dirinya. Karena Allah sangat mencintainya, Allah memberitahukan agar Daniel tidak merasa takut sampai dua kali. (ayat 12 dan 19).
Mungkin ada saatnya, kita perlu jaga jarak dari pekerjaan yang berlebihan, keasyikan dengan hal-hal materi, internet dan ponsel, atau dari obsesi akan banyak hal. Kita perlu mengambil waktu khusus bersama Tuhan dan mengistirahatkan diri dari kesibukan kita. Dalam semua pencobaan dan penderitaan, Tuhan akan menyertai kita seperti Tuhan menyertai Daniel. Saat ini kita masih dalam penghayatan akan kebangkitan Kristus. Dia adalah Tuhan yang hidup, yang telah menyelamatkan kita. Selamat menjaga jarak dari persoalan dan pergumulan hidup, karena sekalipun kita lemah, kita menjadi kuat oleh kuasa Tuhan Yesus.
#SalamWelasAsih
#TidakLebayTidakAbaiCOVID-19
NB: jika merasa diberkati melalui renungan ini, kirimkan ke saudara-saudara yang lain

Gembala Menyapa
26 April 2022
Yesaya 26:1-15
Menonton film-film tentang bencana alam tidak bisa dipungkiri membuat bulu kuduk merinding. Apa yang digambarkan dalam film tersebut benar-benar mengerikan. Dihadapan bencana seperti gempa bumi, badai topan, tsunami, atau gunung meletus, manusia seperti tidak punya daya apa-apa. Namun, ada satu hal yang selalu menarik perhatian dari cerita dalam film-film tersebut, manusia bisa selamat karena mempunyai tempat berlindung yang tidak tergoyahkan dihempas bencana. Wujudnya beragam, bisa sebuah bunker bawah tanah, markas dengan fasilitas berteknologi tinggi, atau kendaraan megastruktur yang bisa mengangkut banyak orang. Selain itu, mereka yang selamat digambarkan sebagai orang yang aktif mencari tahu tempat yang aman dan berupaya menuju ke sana dengan jalur evakuasi beragam rupa. Seandainya kita menjadi tokoh utama dalam film-film bencana alam seperti di atas. Apakah kita sudah punya tempat berlindung yang kokoh dan berupaya untuk menuju ke sana ketika masalah silih berganti datang dalam kehidupan kita?
Nabi Yesaya lewat nyanyiannya di ayat 1-3 mengutarakan bahwa ada keselamatan di dalam Tuhan. Ia menggambarkannya sebagai sebuah kota dengan tembok dan benteng yang kokoh. Siapapun yang diperkenankan Tuhan masuk ke dalamnya akan beroleh damai sejahtera dari-Nya. Yesaya mengandaikan Tuhan sekokoh gunung batu yang kekal. Tuhan mewujudkan keadilan-Nya untuk kita para umat-Nya yang mencari perlindungan kepada-Nya.
Saat ini kita diajak untuk memahami maksud Tuhan lewat setiap pergumulan. Bukan sekadar menyaksikan penghakiman Tuhan yang tegas dan keras, tapi juga menyaksikan bahwa Tuhan menjadikan umat-Nya pulih bahkan lebih baik setelah kita teguh menghadapi pergumulan yang terjadi dalam kehidupan kita (ayat 15). Bila kita menyadari kisah-kisah film bencana alam tadi, selalu ada matahari terbit yang cerah di akhir filmnya. Begitu pun kita, selama kita terus berupaya berlindung kepada-Nya, mengikut jalan-Nya dan memahami setiap lakon kehidupan yang dipercayakan Tuhan kepada kita, sinar Tuhan pun senantiasa menerangi hidup kita.
#SalamWelasAsih
#TidakLebayTidakAbaiCOVID-19
NB: jika merasa diberkati melalui renungan ini, kirimkan ke saudara-saudara yang lain

Yohanes 21:12-14
Salam damai dan sejahtera.
Saudara, bacaan dua ayat kita hari ini adalah kelanjutan dari renungan kemarin.
Kita akan merenungkan soal sarapan dalam kisah ini. Makan minum menjadi moment yang lumrah dalam kehidupan kita. Biasanya kalau ada pertemuan, jika belum ada minum paling tidak, pertemuan menjadi seperti hambar. Para murid setelah menjala ikan, diajak sarapan oleh Yesus. Kita ingat bagaimana makna perjamuan malam terakhir Yesus bersama para murid. Sarapan di pantai danau Tiberias ini juga menjadi sarana Yesus mengadakan perjamuan bersama para murid. Perjamuan ini bukan hanya sekedar fenomena makan ikan. Perjamuan ini menjadi sarana yang luar biasa untuk menyatukan kembali para murid. Perjamuan itu semakin memperteguh iman para murid. Perjamuan itu juga menjadi sarana rekonsiliasi para murid, terlebih Petrus yang sudah menyangkal Yesus tiga kali. Tanpa kata-kata apapun, makan minum bersama memulihkan hubungan yang tadinya seperti terputus.
Yesus yang bangkit senantiasa menyertai dan mendampingi kita. Iman yang sama dengan para rasullah yang kita [gereja] imani. Kita bisa merenungkan kisah ini dan memaknai, bahwa Yesus sungguh bangkit dan menawarkan keselamatan dan pemeliharaan kepada kita sebagai utusan-Nya.
Selamat Ber- akhir Pekan.
Tuhan Yesus nemBerkati. Amin.
_(BR)_